
Atela: Beskap Hijau Tua yang Dikenakan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta – Atela adalah salah satu simbol budaya yang melekat pada Keraton Yogyakarta, khususnya dalam tradisi berpakaian para abdi dalem. Sebagai bagian dari warisan budaya Jawa, beskap hijau tua ini bukan sekadar pakaian, tetapi juga menyimpan makna filosofis, simbolik, dan historis yang dalam. Penggunaan atela oleh abdi dalem mencerminkan kesetiaan, kedisiplinan, dan penghormatan terhadap tradisi keraton yang telah ada selama ratusan tahun.
Selain warna hijau tua yang khas, atela memiliki desain yang sederhana namun elegan, menyesuaikan fungsi dan etika berpakaian di lingkungan kerajaan. Artikel ini akan membahas sejarah atela, makna warna dan desain, peranannya dalam kehidupan abdi dalem, serta bagaimana tradisi ini tetap terjaga hingga sekarang.
Sejarah dan Asal-usul Atela
Atela memiliki akar sejarah yang kuat dalam budaya Jawa dan Keraton Yogyakarta.
1. Awal Mula Penggunaan
Beskap hijau tua ini mulai digunakan oleh abdi dalem Keraton Yogyakarta sebagai bagian dari seragam resmi. Awalnya, pakaian ini dirancang untuk membedakan abdi dalem dari masyarakat umum dan menunjukkan hierarki serta fungsi mereka di lingkungan keraton.
Dalam sejarahnya, penggunaan beskap seperti atela tidak hanya sebagai pakaian, tetapi juga alat komunikasi sosial. Bentuk, warna, dan aksesoris yang melekat pada beskap dapat menunjukkan jabatan, tanggung jawab, dan tingkat senioritas abdi dalem.
2. Peran dalam Upacara Keraton
Atela kerap digunakan dalam berbagai upacara resmi keraton, termasuk acara adat, ritual keagamaan, dan prosesi kerajaan. Pakaian ini membantu menjaga keharmonisan estetika upacara serta menegaskan identitas abdi dalem sebagai pelayan dan penjaga tradisi.
Selain itu, atela menjadi bagian dari simbol keutuhan budaya Jawa yang diwariskan dari generasi ke generasi, memastikan bahwa nilai-nilai kesopanan, disiplin, dan hormat terhadap keraton tetap hidup.
Makna Warna dan Desain Atela
Warna dan desain atela tidak dipilih secara acak. Setiap elemen memiliki makna simbolik yang dalam.
1. Warna Hijau Tua
Hijau tua pada atela melambangkan beberapa nilai:
- Kesetiaan: Menunjukkan dedikasi abdi dalem terhadap keraton.
- Ketenangan dan kebijaksanaan: Warna ini memberikan kesan tenang dan elegan, sesuai dengan sifat abdi dalem yang harus sabar dan bijaksana.
- Hubungan dengan alam dan harmoni: Hijau juga mewakili keseimbangan dengan alam dan masyarakat sekitar.
Warna ini membedakan abdi dalem dari pengunjung atau tamu, sekaligus menjaga konsistensi tradisi keraton yang sarat simbol.
2. Bentuk dan Potongan Beskap
Atela memiliki desain sederhana dan rapi, biasanya berupa beskap dengan kancing di bagian depan dan lengan panjang. Potongan yang pas dan tidak terlalu longgar memastikan abdi dalem bisa bergerak leluasa saat menjalankan tugas, baik dalam aktivitas harian maupun upacara resmi.
Beberapa atela dilengkapi dengan aksesoris minimal, seperti ikat pinggang atau kain penutup tertentu, yang menegaskan fungsi dan hierarki pengguna.
Peran Abdi Dalem dan Penggunaan Atela
Abdi dalem adalah pegawai kerajaan yang memiliki peran penting dalam menjalankan kegiatan harian dan ritual keraton. Atela menjadi identitas visual sekaligus simbol tanggung jawab mereka.
1. Fungsi Harian Abdi Dalem
Dalam aktivitas sehari-hari, abdi dalem menggunakan atela untuk:
- Menjaga dan merawat lingkungan keraton
- Membantu prosesi upacara dan ritual adat
- Menjadi perantara antara keraton dan masyarakat
Pakaian yang sederhana namun formal ini membantu abdi dalem tampil rapi dan sesuai etika, sekaligus menegaskan posisi mereka sebagai pelayan keraton.
2. Dalam Prosesi Upacara
Dalam prosesi resmi seperti Sekaten, Grebeg, atau peringatan hari besar keraton, abdi dalem mengenakan atela sebagai simbol kedisiplinan dan hormat. Kehadiran mereka dalam pakaian tradisional memperkuat suasana sakral, menegaskan kontinuitas budaya, dan menambah estetika upacara.
Setiap gerakan abdi dalem saat mengenakan atela memiliki aturan tertentu, mulai dari cara berjalan hingga cara berdiri, menegaskan tata krama dan tradisi Jawa.
Perawatan dan Pelestarian Atela
Atela bukan hanya pakaian biasa; ia merupakan warisan budaya yang harus dirawat dengan cermat.
1. Bahan dan Perawatan
Atela biasanya dibuat dari kain berkualitas tinggi seperti sutra atau katun halus yang nyaman dipakai. Perawatan meliputi:
- Dicuci dengan tangan menggunakan deterjen lembut
- Dijemur di tempat teduh untuk menghindari perubahan warna
- Disimpan rapi agar tidak kusut atau rusak
Perawatan ini memastikan beskap tetap awet dan bisa digunakan dalam jangka waktu panjang, sekaligus mempertahankan kualitas dan warna hijau tua yang khas.
2. Pelestarian Tradisi
Pelestarian atela tidak hanya soal fisik pakaian, tetapi juga pemahaman dan penggunaan yang benar. Abdi dalem muda diajarkan tentang sejarah, simbol, dan etika mengenakan atela, sehingga tradisi ini tetap hidup.
Keraton Yogyakarta juga melakukan dokumentasi dan pengawasan penggunaan atela agar warisan budaya ini tidak hilang seiring waktu.
Atela dalam Konteks Budaya Modern
Walaupun merupakan simbol tradisi, atela tetap relevan di era modern sebagai:
- Simbol identitas budaya Jawa yang dapat diperkenalkan kepada wisatawan dan generasi muda
- Inspirasi fashion kontemporer – beberapa desainer mengadaptasi motif, warna, atau bentuk atela ke dalam pakaian modern tanpa menghilangkan nilai tradisi
- Alat edukasi budaya – digunakan dalam workshop, pameran, dan tur budaya untuk mengenalkan sejarah keraton dan abdi dalem
Dengan cara ini, atela tidak hanya menjadi pakaian ritual, tetapi juga medium untuk menjaga relevansi budaya Jawa di era globalisasi.
Kesimpulan
Atela adalah beskap hijau tua yang sarat makna dan menjadi identitas abdi dalem Keraton Yogyakarta. Warna, desain, dan penggunaannya bukan sekadar estetika, tetapi mencerminkan kesetiaan, kedisiplinan, dan penghormatan terhadap tradisi kerajaan.
Dalam kehidupan sehari-hari maupun prosesi resmi, atela berfungsi sebagai simbol tanggung jawab dan kedudukan abdi dalem, sekaligus memperkaya pengalaman budaya bagi masyarakat dan wisatawan. Perawatan yang tepat dan pelestarian tradisi memastikan warisan ini tetap hidup untuk generasi mendatang.
Atela bukan sekadar pakaian; ia adalah warisan budaya yang hidup, menghubungkan masa lalu dengan masa kini, serta memperkuat identitas dan kebanggaan budaya Jawa yang melekat pada Keraton Yogyakarta.